Penjual di Marketplace Wajib Tahu Aturan Pajak Ini
Dunia digital terus berkembang pesat di Indonesia. Data Kementerian Komunikasi dan Digital menunjukkan, pada 2024 jumlah pengguna internet mencapai 221,6 juta jiwa atau hampir 80% dari populasi. Ekonomi digital pun sudah menyumbang nilai transaksi hingga Rp1.490 triliun pada 2021, dan angkanya terus meningkat.
Di tengah peluang besar ini, ribuan seller e-commerce bermunculan dan mampu meraup omzet mulai dari jutaan hingga miliaran rupiah per tahun. Namun, di balik kesuksesan berjualan online, ada satu kewajiban yang tidak boleh diabaikan: pajak.
Banyak pelaku usaha digital yang masih berpikir bahwa bisnis online tidak terjangkau aturan perpajakan. Padahal, pemerintah sudah menegaskan bahwa e-commerce bukan zona bebas pajak. Bahkan, sejak awal 2025, ada regulasi baru yang semakin memperjelas mekanisme pemungutan pajak di dunia digital.
Apakah Seller E-commerce Wajib Bayar Pajak?
Jawabannya adalah Ya.
Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) menegaskan bahwa setiap penghasilan, baik dari usaha offline maupun online, wajib dikenakan pajak. Seller di platform seperti Tokopedia, Shopee, Lazada, atau Bukalapak pun masuk dalam kategori wajib pajak, baik perorangan maupun badan usaha.
Jenis pajak yang paling relevan adalah:
1. PPh Final UMKM (0,5% dari omzet)
-
Berlaku bagi pelaku usaha dengan omzet di atas Rp500 juta setahun.
-
Dikenakan langsung atas omzet, bukan laba.
-
Ada batas waktu pemanfaatan tarif ini, misalnya 7 tahun untuk wajib pajak orang pribadi. Setelah lewat, seller masuk ke skema tarif umum PPh.
2. Ketentuan Omzet di Bawah Rp500 Juta
-
Seller tidak dikenai PPh Final UMKM jika omzet setahunnya masih di bawah Rp500 juta.
-
Namun, tetap wajib punya NPWP/NIK terdaftar dan melaporkan SPT.
Aturan Baru PMK 37/2025 dan Pemungutan PPh Pasal 22
Seiring pesatnya transaksi online, pemerintah menerbitkan PMK 37/2025 tentang penunjukan pihak lain sebagai pemungut PPh. Aturan ini menunjuk penyelenggara marketplace (PMSE) seperti Shopee dan Tokopedia untuk memungut PPh Pasal 22 dari seller yang bertransaksi di platform mereka.
Bagaimana mekanismenya?
-
Marketplace akan langsung memotong pajak pada saat seller menerima penghasilan.
-
Pajak yang dipungut adalah PPh Pasal 22, bukan pajak baru, melainkan cara baru agar kewajiban lebih sederhana.
-
PPh Pasal 22 yang dipungut marketplace akan dianggap sebagai kredit pajak atau pelunasan PPh Final UMKM.
Siapa yang dikecualikan?
1. Seller dengan omzet ≤ Rp500 juta setahun
-
Cukup menyerahkan surat pernyataan omzet plus NPWP/NIK kepada marketplace.
-
Jika tidak menyerahkan, maka otomatis akan tetap dipungut PPh Pasal 22.
2. Seller yang punya SKB (Surat Keterangan Bebas)
-
Tidak dipungut pajak, asal SKB disampaikan ke platform e-commerce.
Dengan sistem ini, seller tidak lagi repot setor pajak sendiri karena sudah dipungut otomatis oleh platform.
Apakah Aturan Baru Ini Beban Tambahan?
Banyak seller UMKM sempat khawatir aturan baru akan menambah beban. Faktanya, tidak. PPh Pasal 22 yang dipungut marketplace bukanlah pajak tambahan, melainkan penyederhanaan mekanisme pembayaran pajak.
Jika sebelumnya seller harus menghitung dan menyetor sendiri PPh Final UMKM, kini marketplace membantu melakukan pemungutan. Pada akhir tahun, jika ada selisih kurang dari kewajiban PPh final, barulah seller perlu setor sisanya.
Dengan kata lain, justru lebih mudah karena seller tidak perlu khawatir lupa setor atau salah hitung.
Kenapa Seller E-commerce Harus Patuh Pajak?
Selain karena wajib hukum, ada banyak manfaat nyata dari kepatuhan pajak:
1. Profesional & Kredibel
Seller yang patuh pajak dipandang lebih profesional oleh konsumen maupun mitra bisnis.
2. Kemudahan Akses Modal
NPWP dan laporan pajak yang rapi sering jadi syarat pinjaman usaha dari bank maupun fintech.
3. Akses Kerja Sama Lebih Luas
Banyak brand besar atau perusahaan hanya mau bermitra dengan pelaku usaha yang punya legalitas dan kepatuhan pajak.
4. Kontribusi untuk Negeri
Pajak yang dibayarkan ikut membiayai infrastruktur, pendidikan, subsidi, hingga kesehatan. Jadi, meski usaha online terlihat kecil, kontribusi pajaknya tetap bermakna.
Kesimpulan
Dari aturan PPh Final UMKM hingga regulasi terbaru PMK 37/2025, jelas terlihat bahwa pemerintah ingin membangun ekosistem digital yang adil, transparan, dan berkelanjutan.
-
Seller dengan omzet di bawah Rp500 juta bebas pajak, tapi tetap wajib punya NPWP/NIK dan lapor.
-
Seller dengan omzet di atas Rp500 juta dikenai pajak, namun kini dipermudah dengan mekanisme pemungutan otomatis oleh marketplace.
-
Pajak yang dipungut bukan tambahan beban, melainkan bagian dari kewajiban yang sudah ada.
Dengan mematuhi aturan ini, seller e-commerce tidak hanya aman dari risiko sanksi, tapi juga membuka jalan untuk berkembang lebih profesional dan berkontribusi bagi ekonomi digital Indonesia yang semakin tangguh.
Ingat, pajak bukan sekadar kewajiban, melainkan bagian dari usaha yang sehat dan berkelanjutan.